Inilah (sebenarnya) Jawaban Saya....

Beberapa kali, banyak pertanyaan tertuju kepada saya...

Saya masih memiliki hutang untuk menjelaskannya, tapi dengan cara saya, dengan bahasa saya...

Dan inilah jawaban saya (sebenarnya)...

Please enjoy, semoga menjawab :)


¤ ¤ ¤


Katak dalam Tudung Saji


"Saya teringat masa kecil saya di SD dulu. Yah, bukan SD mewah dan berkelas seperti yang banyak kita temui di ibukota. SD saya dulu hanya sebuah bangunan sederhana bercat krem dengan 6 kelas, tiap-tiap kelasnya hanya diisi sekitar 20 anak dari sebuah desa kecil. Anda prihatin? Belum saatnya sobat. . .


Suatu hari, saat bel istirahat berbunyi, saya dan beberapa teman bermain di luar. Membelah lapangan, menuju ke persawahan. Saya bermain di tempat pembuatan batu bata di samping sawah itu. Memang kerajinan tembikar, genteng, dan batu bata merupakan salah satu opsi untuk bertahan hidup disana.


Ada hewan yang mengusik perhatian saya di tempat itu. Katak. Amphibi berkaki empat yang hobby melompat. Sejenak saya teringat peribahasa yang diajarkan guru saya di kelas. Bagai katak di dalam tempurung. Saya dan teman-teman saya pun lantas bereksperimen untuk membuktikan keabsahan peribahasa tersebut secara langsung. Kebetulan sekali ada tempurung yang digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk membuat api guna membakar bata.


Ya,, tak sulit bagi kami, anak-anak desa, untuk memburu katak itu dan mengurungnya di dalam tempurung kelapa. Mungkin katak itu melompat lompat di dalam tempurung kelapa. saya hanya mengira-ngira seperti itu karena saya tak bisa melihat tembus pandang ke dalam tempurung itu dan setau saya tak ada tempurung kelapa yang transparan di dunia ini.


Mencoba melompat keluar dan tak bisa. Mencoba melihat keluar dan masih tak bisa. Mencoba dilihat oleh dunia luar pun tentu tak bisa. Katak yang malang. Tapi tahukah anda katak mana yang lebih malang daripada katak di dalam tempurung?


Katak dalam tudung saji. Dan itu saya temui di dalam dunia perkuliahan saat ini. Anda tidak berpikir ada sekelompok mahasiswa bermain di sawah untuk berburu katak dan memasukkannya ke dalam tudung saji bukan?


Atau anda berpikir saya sedang makan di sebuah restoran khas katak lalu dicekal oleh MUI karena makan makanan berbahan amphibi adalah haram?


Hahaha. Tidak sobat. . .


Itu hanyalah sebuah peribahasa “made by me”. Lalu kenapa saya sampai segitu isengnya untuk membuat peribahasa konyol seperti itu? “Lagi gak ada kerjaan, Ris?”


Saya tak ingin menjawab pertanyaan itu. Biarlah nanti anda yang menyimpulkannya sendiri. Baiklah, sedikit clue untuk anda. Yang berperan sebagai katak dalam sandiwara ini adalah anda, para mahasiswa. Waw,, anda shock?! Kenapa saya begitu sadis sampai mengibaratkan anda seperti itu?


Mari kita mulai dengan menggunakan imajinasi dan daya khayal kita. Bayangkan seekor katak ada di dalam sebuah tudung saji. Tudung saji yang digunakan adalah tudung saji berstandar internasional –haha..sedikit lebay untuk yang ini-.


Orang lain bisa melihat katak tersebut dari celah-celah tudung saji. Anda, si katak, juga bisa melihat keluar, tapi terbatas, tidak bebas, dan tidak jelas. Katak punya kemampuan melompat yang baik, semua tahu dan tak meragukan hal tersebut. Tapi anda hanya bisa melompat-lompat di dalam tudung saji tersebut, disitu-situ saja. Dan sepandai-pandai katak melompat, pasti jatuh juga. #eh??


Jika tadi kataknya masih hidup, mari kita buat situation-2 dimana sang katak sudah dihias dan dipercantik diatas piring sebagai suatu hidangan. Anda jijik makan katak? Atau memang tidak boleh memakan katak? Hmmm. . .


Katak dalam tudung saji.


Jadi apa maknanya?


Begini sahabatku, kenapa katak tadi saya ibaratkan sebagai mahasiswa... Woi, kebalik!! Kenapa saya tadi mengibaratkan katak sebagai mahasiswa? Seperti halnya katak yang diberi anugrah oleh Tuhan untuk pandai melompat, mahasiswa juga diberi keunggulan untuk berpikir. *Bukankah Tuhan itu Maha Adil? :)*


Tapi apa yang terjadi seandainya lompatan katak itu terbatasi dalam suatu area dan lingkup tudung saji yang kecil?


Yupz, sama halnya dengan mahasiswa. Jika pikiran dan anugerah Tuhan yang diberikan itu hanya digunakan dalam ruang terbatas –ambil contoh mahasiswa hanya fokus untuk tujuan akademik semata dan tidak mau terbuka dengan yang lain-, selamanya anda akan terkurung dalam tudung saji tersebut. Anda bisa melihat keluar, tapi tidak jelas dan tidak bebas. Dalam keadaan ekstrim, anda bisa melihat keluar, tapi tak peduli dengan keadaan diluar!! *na’udzubillah*


Si katak yang terkurung dalam tudung saji identik dengan mahasiswa yang terkurung dalam paradigma skeptis akademis. Terlalu fokus dengan kegiatan kuliah dan segala tugas-nya. Kupu-kupu (kuliah pulang – kuliah pulang). Serasa hidupnya hanya dihabiskan untuk belajar dan belajar, mencari dan menyelamatkan beasiswa. Dia bisa melompat didalam tudung saji, dia pandai dalam bidang akademik. Dia bisa melihat keluar, tapi tak bisa atau tidak mau-dalam keadaan ekstrimnya- memperhatikan apa yang terjadi diluar sana. Kepedulian dan kesadaran sosial yang sangat memprihatinkan. Dimanakah moralitas itu tertanam?


Hal inilah yang coba kami pecahkan dengan dibentuknya Kementrian Kebijakan Publik dalam susunan Kabinet “Generasi Pembaruan” Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Bakrie 2010/2011.


Sejatinya seorang mahasiswa itu selain unggul dalam segi kognitif,, tapi juga peka terhadap sisi-sisi humanity terhadap sekitarnya. Buat apa menghasilkan sarjana tapi hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya.


Kami ingin anda membuka mata, siapkan telinga, lihat dan dengar apa yang terjadi diluar sana. Kami ingin anda peduli dengan isu yang berkembang di negeri ini. Kita, mahasiswa, memiliki tanggung jawab moral terhadap masa depan bangsa.


Kepedulian ibarat pondasi. Rasa empati adalah dasar yang harus dimiliki. Sumbangsih pemikiran adalah tiangnya. Gerakan mahasiswa adalah klimaksnya. . .


Satu hal yang perlu diluruskan dari gerakan mahasiswa adalah bukan tentang aksi demo turun ke jalan dan berteriak-teriak sekuat tenaga tanpa pernah di dengar kaum elite senayan. Bukan aksi anarkis memblokade jalan dengan membakar ban. Kita mahasiswa, kaum intelegensia bangsa. Mari kita melakukan gerakan mahasiswa secara cerdas. Ujung pena kadang jauh lebih tajam dari pedang kawan. Tulisan-tulisan kita, sumbangsih pikiran kita, kesadaran dan kepedulian kita, diskusi, brainstorming, workshop, seminar untuk mengkaji isu sosial dan menemukan solusi adalah cara yang lebih baik dari tindakan primitif semacam demokrasi anarkis.


Tak cukup hanya mengkritik, bangsa ini membutuhkan solusi cerdas kawanku. Kita sebagai generasi intelektual diberi kepercayaan untuk itu, dengan pemikiran-pemikiran briliant kita, Inovasi kawan!! Salah satu quote dialog dari film favorit saya:


“Kau disubsidi sekolah disini buat bantuin pemerintah mikir! Kalau kau bisanya cuma nyalah-nyalahin pemerintah, buat apa kau diluluskan?! Republik ini sudah kebanyakan sarjana nyingir!!”


Katak dalam tudung saji. Orang lain bisa melihat si katak dari luar. Dunia melihat kalian semua kawanku!! Tunjukkan kontribusi kita sobat!! Sekecil apapun, dalam bentuk apapun, kita terikat oleh tri dharma perguruan tinggi yang ketiga. Sebuah pengabdian masyarakat, dari seorang mahasiswa, calon penerus bangsa, dengan segala sumbangsih pikiran dan moralitasnya."


Tanpa bermaksud apa-apa, saya hanya berusaha menjawab banyak statement "kurang paham" dan menurut saya, itu menjadi hutang saya.. Tapi, suka atau tidak, itulah tulisan saya, hasil pemikiran saya, pemikiran kami bersama.. Itu yang saya tulis dengan tangan saya sendiri, pada 05 Juli 2010, sekitar satu tahun yang lalu... click disini jika Anda tidak percaya... Sebuah tulisan lama, tapi Semoga bermanfaat, semoga berguna...


Terima kasih telah membaca


Salam hangat dari saya


view original post

SHARE THIS POST:
Lintasberita FB Share Twitter Share

0 comments: