funny pic


di lantai tertinggi sebuah gedung perkantoran

Pekerjaan yang menumpuk membuatku terhindar dari sinar rembulan,
terkunci disela-sela siang
terjerembab di bawah kursi empuk nan nyaman

Kertas - kertas itu menemaniku berbicara setiap hari
bagai sang istri yang setia menyirami bunga dan rumput teki
dan pena seukuran ibu jari,
ah. . . sejatinya dia saja yang bisa ku pegang erat saat ini

Entah Tuhan berkehendak apa,
mata ku tetap tertuju padanya
layar kotak di depanku,
terbujur kaku menatapku

22.16
masih mesra,
bertatapan berdua,
sudah 14 jam aku disini,
waktuku hari ini bahkan kurang dari lama Tom saat berjalan ke rumah bibinya

Aku hendak berkata apa??
Hatiku mungkin telah kosong, berdebu, dan ditumbuhi sarang laba-laba
bisa jadi masih ada juga sedikit bercak luka juga di sudut sebelah sana

di tempat ini,
di lantai teratas gedung indah ini,
aku hanya bisa menuliskan ini kepada rembulan yang hampir habis oleh gerhana
bagaimana bisa Tuhan menciptakan kehilangan di setiap akhir dari sebuah pertemuan?

mungkin seperti sakura yang mekar kemudian gugur tertiup angin
supaya dia bisa berpendar lebih indah
meskipun perlahan jatuh ke tanah. . .

update report

Date : 06 September 2011
Time : 21.38 WIB
Location : Human Resources Department - PT Siemens Indonesia
Address : Jl. TB Simatupang Kav.88 Jakarta Selatan
Activities : assisting the execution of employees' off-cycle payment
Health Condition : below 40%

FACING THE DREAM!!

Artikel berikut adalah tulisan yang menginspirasi dan memotivasi saya untuk mengejar salah satu mimpi saya. Berangkat ke luar negeri dalam satu tahun ke depan, sebelum tiba ramadhan. Saya beri Anda gambaran ringkas, saya adalah pria yang kini berusia 21 tahun 3 bulan. Mahasiswa semester 7 di salah satu universitas di Ibukota. Namun faktanya, seumur hidup saya belum sedetik pun naik pesawat (sungguhan) yang terbang melintasi berbagai kota. Ke bandara pun belum pernah. Sebenarnya sering sih, tapi hanya lewat di depan bandara Adi Sucipto Jogjakarta. Tapi dengan tulisan berikut ini, saya terlecut untuk mengubah keadaan dan mengakhiri rekor payah tersebut!



PASSPORT




Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.



Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas mengurus pasport. Setiap mahasiswa harus memiliki "surat ijin memasuki dunia global."



Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punya pasport.Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.


"Uang untuk beli tiketnya bagaimana, Pak?"



Saya katakan saya tidak tahu.



*Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang.


*Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.


Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri.


Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.


Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke Pulau Jawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.


Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.




The Next Convergence


Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri.


Sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.


Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun.


Mahasiswa tipe ini, jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memiliki pasport.Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia. Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan.


Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan.


Di universitas Indonesia, setiap mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.


Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide-nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif?


Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut.


Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punya pasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.


Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka
anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket?
Tentu tidak. Di UI, sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing.


Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.


Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat. Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punya pasport dari uang negara.




*Ditulis oleh Rhenald Kasali, Guru Besar Universitas Indonesia

Jawa Post, 8 Agustus 2011




tentang kehilangan


"Apapun bentuk kehilangan itu, ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi, bukan dari sisi yang ditinggalkan..."
_Rembulan Tenggelam di Wajahmu




66 Tahun 6 Hari Indonesia Merdeka


Pendapat saya sederhana. Satu kalimat saja. . .

"#merdekaitu adalah saat dimana lirik terakhir dari lagu kebangsaan kita benar-benar sudah ada dan bisa dirasakan secara nyata..."



HIDUPLAH INDONESIA RAYAAAA. . . .


THE LAST, THE ONE AND ONLY REAL DRAGON IN THE WORLD

Naga purba di era modern? Mungkin terdengar sangat mustahil bagi sebagian orang. Namun percaya tidak percaya, ada satu kadal raksasa (sebagian orang menyebutnya "naga") yang masih hidup dan menguasai beberapa pulau di dunia ini.

Kadal terbesar di dunia, kadal yang dihubungkan dengan gejala gigantisme pulau, kadal yang bisa melihat sejauh 300m, kadal yang bisa mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4-9,5 km, kadal yang penyendiri, kadal terbesar yang bisa berlari cepat, berenang, menyelam, pandai memanjat pohon dengan cakarnya, dan kadal yang bisa berdiri dengan dua kaki belakangnya. Kadal yang istimewa. Kadal yang mewarisi sejarah reptilia purba. Kadal yang hanya hidup alami di beberapa pulau di Indonesia. Dan inilah dia. . .


KOMODO DRAGON

Ya! Itulah dia. Komodo. Sang kadal raksasa yang menduduki kasta tertinggi dalam rantai makanan di ekosistemnya. Komodo adalah predator buas yang kerap membunuh mangsanya dengan bisa plus bakteria berbahaya di gigi, mulut, dan air liurnya. Binatang ini juga memiliki cakar yang panjang dan tajam sebagai alat berburu dan penyantap mangsanya. Dia memiliki ekor yang hampir sama panjang dengan badannya. Detektor rasa dan penciuman kadal ini terletak pada lidahnya yang bercabang, bukan di hidungnya. Dan yang lebih spesial lagi, kadal ini mampu memakan korbannya meskipun besar korbannya mencapai 80% dari bobotnya sendiri. Uniknya, setelah makan, komodo menyeret tubuhnya yang kekenyangan untuk berjemur di bawah sinar matahari untuk mempercepat proses pencernaan dalam tubuhnya. Jika tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni dirinya sendiri. Karena metabolismenya yang lambat, komodo dapat bertahan dengan hanya makan satu kali dalam sebulan.


Wow!! Luar biasa bukan??



Maka tak heran jika komodo mendapat tempat spesial sebagai "World Heritage" atau warisan dunia yang diakui UNESCO sejak 2 dekade lalu. Semasa kita kecil, komodo pun sudah akrab di kantong dan saku kita. Ya, dia lah yang terukir di uang logam Rp 50,00 dulu. Meski begitu, komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan dikatagorikan sebagai spesies Rentan dalam daftar IUCN Red List. Aktivitas vulkanik, gempa, kerusakan habitat, kebakaran, semakin berkurangnya mangsa, serta perburuan gelap adalah sekian banyak faktor yang menghimpit kelangsungan hidup para komodo.


Tak kenal lelah, berbagai upaya dilakukan untuk menjaga kelestarian satwa langka ini. Taman Nasional Komodo didirikan, berbagai penangkaran dibangun, banyak penelitian dan aktivitas dilakukan untuk menghindarkan komodo dari kepunahan. Sebagai binatang yang eksotis dan "limited edition" pemerintah juga tidak kalah dalam mempromosikan komodo ke dunia luar. Adalah Ajang Pemilihan Tujuh Keajaiban Alam Baru atau "New Seven Wonders of Nature" (N7WN) yang menjadi panggung pembuktian komodo. The Dragon telah berhasil masuk ke 28 besar dari 440 nominasi dari 220 negara.



Namun sayang, promosi komodo lewat ajang ini terpaksa terhenti karena sengketa pemerintah dengan yayasan penyelenggara, New 7 Wonders Foundation. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar), Jero Wacik, secara tegas menyatakan menarik mundur Taman Nasional Komodo (TNK) dari ajang tersebut dikarenakan New 7 Wonders (N7W) Foundation telah melakukan tindakan tidak profesional, tidak konsisten, dan tidak transparan, serta tidak memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.


Mungkin beberapa dari kita kecewa, sedih, atau bahkan geram. Tapi, ada atau tidaknya promosi melalui N7WN, komodo telah diakui dunia sebagai "The One and Only Real Dragon in The World." Banyak pula kebun binatang – kebun binatang di Eropa dan Amerika yang membantu penangkaran komodo dan memperkenalkan naga purba ini ke masyarakatnya. Tidak hanya itu, bahkan dari hal-hal kecil pun kita tetap bisa mempromosikan komodo kepada khalayak terdekat kita. Berawal dari kreatifitas dan ide segar anak muda jaman sekarang, komodo bisa hadir dalam bentuk Boxer, pakaian dalam atau celana santai para pria.



Kembali lagi, hal besar bisa dilakukan melalui hal kecil. Hal – hal yang sederhana, lucu, "menjurus" dan lain-lainnya, terkadang bisa memiliki nilai dan lebih berkesan bagi orang disekitar kita. Tidak perlu membangun kebun binatang atau pergi ke Pulau Komodo untuk membantu mengenalkan dan menjaga sang kadal raksasa. Cukup duduk di sofa sambil menonton TV dengan mengenakan sebuah boxer pun bisa menyampaikan pesan ke keluarga anda bahwa kita masih peduli terhadap komodo dan ancaman kepunahannya. Ya, sekarang kita semua bisa menunjukkan kecintaan kita terhadap komodo, cerminan eksotisme warisan dunia, representasi kekayaan alam Indonesia!



NO MORE SEVEN WONDERS!!


IT'S TIME TO USE BOXER!!




BOXXXER GILA : "KAMI VITAL TAPI SOPAN"



Referensi:


id.berita.yahoo.com


Tempointeraktif.com


okezone.com


wikipedia.com


antaranews.com


Sumber gambar:


http://travel.nonadita.com/


http://en.numista.com/


http://www.boxxxergila.com/

Anak Magang yang Dibukakan Pintu oleh CEO

Senin, 25 Juli 2011


Hari yang cukup menguras semangat. Setelah libur weekend 2 hari, kini saya harus kembali menjalani rutinitas dunia kerja sebagai salah satu karyawan magang di sebuah perusahaan multinasional di Ibukota.


Pukul tujuh kurang saya masih santai dengan minuman hangat di depan televisi. Saya harus masuk jam 8, sementara dibutuhkan waktu satu jam untuk sampai ke kantor. Aaah...aku berjalan agak cepat, namun tidak secepat biasanya. Pukul 7.12 akhirnya bisa masuk ke dalam busway.


Perjalanan berlalu seperti biasanya. Tak ada yang istimewa kecuali rombongan anak-anak yang pagi-pagi sudah berangkat menuju Ragunan dan satu tempat duduk kosong buatku. Angkotnya pun sama. M17 Ragunan – Pasar Minggu yang melalui kolong tol. Aku turun di jembatan, naik lalu ke seberang dan akhirnya sampai di kantor.


Pukul 7.50 aku sampai di lobby depan. Beberapa menit kemudian sampai di penthouse (lantai teratas di gedung ini). Sampai di depan ruangan ada rekan magangku bersama karyawan senior yang terkunci di depan pintu. Ah, pintunya masih dikunci ternyata. Mas-mas OB yang membawa kunci pun membukakan pintu untuk kami.


Yak! Ruangan masih sepi, hanya kami bertiga dan cleaning service yang sedang membersihkan meja. Saat dia akan membuka pintu Sang Manager, Ibu Nina –pegawai senior yang tadi- berkata, “ Ga usah dibuka, Mas. Ibu ga ada seminggu ini. Dibuka lagi hari Jumat aja...”


Si “Bos” sedang ke Beijing. Kami bertiga, plus mas Agung –karyawan baru, yang baru datang juga- pun keluar untuk sarapan. Saya sendiri tidak tahu apakah sarapan ini hanya disediakan hari senin saja atau setiap hari. Ini baru hari Senin keduaku.


Dan baru sekitar jam 9 kurang, para karyawan datang. Padahal biasanya jam 8 mereka sudah ada disini. Supervisorku tak kunjung datang, dia berkata dia cuti hari kamis dan jumat. Lalu dia berkata lagi, mungkin senin masih cuti.


Dan mbak Shinta, yang biasa memberikanku “kerjaan” kalo mas Tommy –supervisorku- sedang tidak di tempat, juga tidak tidak masuk. Dia ikut ke Beijing menemani Bu Lola.


Ah aku benar-benar tidak punya hal yang harus dikerjakan. Aku buka saja laptopku, lalu sedikit membenahinya dengan TuneUp Utilities. Selesai. Aku tidak tahu lagi mau mengerjakan apa. Iseng saja aku buka Ms.Word, Excel, serta Foxit PDF Reader. Berpura-pura mengerjakan sesuatu.


Pukul 10.00 rasanya aku ingin sekali ke toilet. Aku pinjam saja ID teman magangku. Dia sudah memperingatkanku, “Itu nanti ga bisa buat masuk loh...” Aku tetap ngeyel. Ah biasanya tinggal mengetuk pintu, orang yang di dalam pasti berbaik hati membukakan pintu.


*setelah beberapa saat*


Selesai. Saatnya kembali ke kantor. Aku melihat melalui sela-sela pintu kaca sambil mengetuk pintu. Tiba tiba dari arah kananku muncul sosok tinggi berpakaian rapi dengan muka putih kemerahan khas orang luar. Dia sudah hampir masuk lift. Sampai akhirnya dia menegurku ramah.


“Can I help you? What are you looking for”


Okay. Aku mulai terkaget-kaget melihat wajahnya. Dialah orang yang fotonya ada di halaman utama intranet perusahaanku. Tidak main-main, dia muncul di kolom CEO Message.


Dengan terbata-bata aku menjawab, “No, Sir. I am a new trainee. I want to get in, but I don’t have ID Card yet.”


Bapak yang ramah tadi langsung menyambung pertanyaannya, di bagian apa kamu? Sudah berapa lama disini? Aku jawab sekenanya, refelks, “I’m in HR Dept. It’s about a week I am here.”


Tanpa banyak basa-basi, Mr. CEO menggunakan IDnya untuk membuka pintu. Aku belum sempat berterima kasih, dia terus saja berjalan ke ruanganku, menyapa beberapa wanita di depan pintu ruang HRD, “Morning ladies...” mereka menjawab spontan, “morning...” mungkin mereka kaget setelah melihat siapa yang menyapa mereka.


Aku tetap diam mengikuti beliau di belakangku. Aku pikir dia memang ada keperluan di ruang HRD. Dia memasukkan password dan menggunakan Idnya untuk membuka pintu. Dan begitu pintu terbuka, dia berjalan pasti ke tengah ruangan. Semua karyawan langsung kaget dan bertanya-tanya. Kenapa tiba-tiba Big Boss masuk ke HRD??


Mr.CEO lantas berseru kencang, “Is this your man?” sambil menunjuk ke arahku. Semua diam dan tetap melongo.


Ibu Nina menjawab “Yes, Sir”


Bapak tadi tersenyum dan tertawa kecil, lantas meninggalkan ruangan dan membiarkanku terdiam berdiri di tengah-tengah semua karyawan HRD.


Semuanya terdiam, masih kaget, dan bertanya “Lu minta dianterin dia tadi??”


Astagaaa... aku yang masih terkaget-kaget dan tidak percaya CEO membukakan pintu untukku hanya bisa bercerita terbata-bata sambil tetap berdiri seperti tersangka di tengah ruang sidang.


“Engga kok Bu... Jadi tadi (begini begini begitu dan seterusnya...)” Mereka pun tertawa ringan karena ulahku..


Sampai istirahat pun, teman magangku masih bertanya kepadaku tentang kejadian tadi. Aku pun menceritaknnya sambil tertawa. Saat istirahat aku juga menghibur teman-temanku yang sama-sama magang di tempat ini dengan cerita ini. Bahkan setelah selesai istirahat, Ibu Nina masih penasaran dan menanyakan hal yang sama. Dan pada akhirnya dia tertawa sambil nyeletuk “Lagian ngapain CEO masuk HRD??” Ah aku jawab dalam hati saja “Buat membukakan pintu anak magang, Bu...” hehehe :p


Moral of the story:

"Jadilah CEO yang baik, pemimpin yang sopan dan ramah, tetap rendah hati, tidak malu untuk membantu yang dibawah, meskipun telah sampai di posisi tertinggi"


Your excellency, Mr. Hans-Peter Haesslein

Tragedi Hari Ini

Malam itu saya lapar sekali. Makan nasi hanya di waktu pagi sewaktu masih berada di rumah kakak sepupu di Bogor. Siang tidak sempat makan, hanya meneguk minuman coffee botolan. Sore makan satu bungku sroti..


Setelah maghrib saya bergegas ke belakang kampus utk membeli nasi goreng.. Sayang beribu sayang, warungnya sudah gelap. Ibu penjual nasi goreng dan sate ituu sedang beres-beres membersihkan warungnya.


"Sudah tutup, Bu?" tanyaku.


"Sudah, Mas" katanya, "besok lagi aja..."


Aku pun pergi ke ***, tempat yang agak jauh dari kampus. Aku pergi seorang diri, mengelilingi tempat makan itu. Di bagian atas, tempat nasgor favoritku tidak buka. Di bagian bawah, tidak ada yang menjualnya. Sial sekali! Aku sudah berkeliling jauh-jauh tak bertemu seorang penjual nasi goreng pun. Aku pun kembali ke atas. Ternyata ada satu warung yang terlewatkan. Ah..Legaa... Segera aku pesan di situ.


Aku duduk sambil menunggu. Aku punya perasaan tak enak tentang uang yang aku bawa. Segera Aku mengecek isi kantong. Cuma ada 2 lembar uang seribuan dan beberapa recehan 500an. Dompet kosong! Hanya ada kertas dan surat-surat. Ah, Aku baru ingat uangnya ada di tas.


Uang di kantong tentu tidak cukup. untung tadi aku berkeliling tempat ini. Aku melihat ada temanku disebelah sana.. Aku menghampirinya. Dengan jujur aku berkata uangku tidak cukup..


"Hahaha... Ati-ati lho kak. Ntar disuruh nyuci, Lo" begitu candanya


Aku meminjam uangnya hanya Rp 5000.. Perkiraanku harganya paling cuma Rp 8.000, seperti biasa. Dengan PD gw melangkah pasti ke mbak2nya dan bertanya harganya..


"Sepuluh ribu, Mas..."


Jleb!! Sepuluh ribu?? How Come?? Gelisah aku dalam hati. biasanya juga 10rb masih ada kembalian. Apa karena aku sekarang memakai pakaian kerja dan rapi? Jadi dikira karyawan??


Maklum...ditempat ini kadang harga bervariasi. Mahasiswa vs Karyawan. Rapi vs apa adanya. terkadang meski makanan yang dibeli sama, harganya bisa berbeda..


Aku hitung2 dalam hati, uangku msh tetep kurang.. Jumlahnya hanya Rp 9500. Kurang gopek lagi! Aku beranikan diri. Aku sodorin saja semuanya.. "Maaf, mbak receh.." mbaknya hanya melihat sekilas. "Iya, Mas. Gapapa..." lalu memasukkan uangnya. Aku pun segera bergegas meninggalkan tempat itu, takut disuruh mencuci piring.. hehe


Aku berjalan agak cepat, sesekali menoleh ke belakang. Siapa tahu mbak tadi memanggil-manggil dan berteriak, "Woi, Mas!! Duitnya kurang gopek nih!!" Alangkah malunya aku kalo sampai hal itu terjadi..


Sudah agak jauh. Aku menghela nafas panjang. Untunglah..


Aku masuk ke dalam kampus untuk mengambil tas. Lalu naik ke foodcourt dg membawa makanan dari tempat tadi.. Agak aneh dan lucu memang.. Tak apa lah.. Aku membuka bungkusan plastik hitam, lalu kotak strereofoam nasi gorengnya. Dan waow. . .


TIDAK ADA SENDOKNYA!!


okay... Inilah akibat dari kurang membayar nasi gorengnya.. Tak ada sendok. dan aku yang sudah lapar bingung mau makan pake apa....

-.-a

Tulisan tahun lalu. . .

Jika Anda mengetikkan nama "Rahadhian Faris Muttaqin" di google, mungkin yang akan muncul adalah website Bapak Anindya Bakrie.

Anda tahu kenapa??

Berawal dari April tahun lalu, saat Beliau menyelenggarakan Kontes Update Status dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei. Saya berfikir sejenak, mencari inspirasi, kemudian menuangkan pikiran saya dalam bentuk status yang panjang karakternya tidak boleh melebihi 420 karakter. Kelihatannya memang mudah. Apa susahnya sih update status?? Susah-susah gampang sebenarnya. Letak kesulitannya ada di bagaimana Anda menyampaikan ide/pendapat Ana yang mungkin kompleks dan perlu dijelaskan secara detail kedalam suatu paragraf singkat yang disebut status facebook.

Dan kurang lebih inilah hasil pemikiran saya saat itu:

“Taukah Anda pendidikan yg ideal?

Bukan pendidikan “KUTU BUKU” yang mengharuskan mahasiswa menjawab persis sperti yg trtulis di buku. . .

Bukan pendidikan “OTORITER” dimana setiap titah dan tindakan dosen selalu benar. . .

Bukan pendidikan “ROBOT” dimana siswa diharuskan mengikuti dan menaati setiap titah ’sang dewa’. . .

Pendidikan yg ideal haruslah didasarkan pada kebebasan, minat dan kesukaan siswa sehingga daya imajinasi dan kreatifitas akan terbuka lebar hingga akhirnya akan memunculkan ide-ide briliant nantinya, dibatasi nilai-nilai moral dan agama tentunya…”


Dan syukur alhamdulillah, tulisan tersebut menjadi satu dari 3 yang beruntung diantara 400 status lain yang mengikuti kontes ini. Awalnya saya tidak menyangka karena status saya tersebut "sepi". Tidak ada komen, dan hanya satu orang yang memberikan "like".


Namun saat saya dalam perjalanan dari Bogor ke Jakarta, saya dikejutkan oleh sms dari kakak tingkat saya. "Selamat ya Ris...-dan seterusnya-" Dan saya pun langsung ke warnet untuk mengeceknya. Alhamdulillah, saya bisa membuat ayah dan ibu saya sedikit bangga. Saya sangat terharu saat itu...


Ini bukan masalah hadiah. Ini adalah tentang sebuah ide, pemikiran, kontribusi kecil dan bagaimana seorang anak mencoba membuat orang tuanya bangga...


Aaaah. . .Kenangan yang manis...

(kiri-kanan) Rahadhian Faris Muttaqin, Rini Susilowati dan Muhammad Fairuz pemenang Kontes status update di fan-page Facebook http://www.facebook.com/pages/Anindya-Bakrie/ tentang Hardiknas di Jakarta, Jumat (7/5/10).

Seperti yang termuat di situs Bapak Anindya Bakrie http://aninbakrie.com/?p=855

Senang bisa membuat ayah dan ibu bangga...
:))

Persiapan UAS Advanced Accounting I

Sabtu siang yang panas. . .


Untuk memenuhi kehausan ilmu akan sebuah pembelajaran dan ujian, akhirnya aku membelah panas. Tanpa pisau, tanpa topi, tanpa payung warna warni...


11.30 sampai di kampus. Deretan ruangan sejuk dan terang. Tidak terlihat orang yang ku tuju. Master dalam segala ilmu. Aaaahhh. . . dan akhirnya aku naik ke atas. Berharap dia ada di foodcourt. Aku ke sebelah kanan panggung. Hampir saja duduk. Andai aku tidak melihatnya di seberang, aku pasti menunggunya disitu.


Santai aku berjalan ke sebelah dengan tangan kanan menenteng buku merah Advance Accounting. Berat memang. Tapi ku harap hasilnya akan seimbang.


Oke. Sesi belajar pun di mulai. Bermula dengan mengerjakan chapter 5 Problem 5-5. Ya, sesuai dengan kisi-kisi yang ada. Sementara dia masih pusing dengan chapter 6 dan selanjutnya...


Ups... aku belum sholat!! Aku lalu turun, dan beribadah sejenak.. Di bawah aku bertemu dengan teman sekelas AIS. Dan niat belajar advance pun melenceng karena aku diculik untuk menjelaskan Aturan Pengintegrasian REA. (Anda tidak paham?? Yaah... masih terlalu muda memang.. #plaaak!!)


Kembali ke persoalan Advance. Bersamaan dengan selesainya belajar AIS, kelas Ibu Monica Weni keluar dengan kumpulan kertas berisi berita gembira... Kisi-kisi dan pembahasan soal! Segera aku fotocopy dan membawanya ke atas...


Dan mulailah persiapan Advance yang sangat serius!! Berjam-jam kami duduk disana.. Berdebat mengenai ini itu, kisi-kisi, jawaban, cara dan lain-lain...


Sampai pada akhirnya semuanya selesai. . .


Kami puas sekali dengan persiapan Advance kali ini... Sejenak semua terasa ringan.. Tidak sepanas dan seberat tadi...


Dan inilah hasil kerja keras kami disana... Sebuah dedikasi untuk Ujian Advance Accounting..


Semoga berguna, Semoga bermanfaat. . .


Please Enjoy guys...


#1 Hasil perdebatan dan kemampuan Marvelia Vatarsony Munthe

anak TK belajar menggambar :p

#2 Persaingan dan perdebatan kami tentang siapa yang paling hebat

persaingan pun memanas

Spongebob (faris) Squarepants (marvel)


HAHAHAHAHA. . . .!!


KENNAAAA DEEEHHHH!!!!


Wkwkwkwk


“UAS hanyalah bagian kecil dari siklus kehidupan mahasiswa yang tak perlu dipusingkan... Tubuh dan jiwa Anda juga berhak untuk merasakan relaksasi dan penggendoran syaraf, teman... Ketika temperatur sudah mulai memanas, perlahan turunkan... karena mesin yg terlalu panas pun tak bisa optimal bekerja... Tertawalah sejenak bersama kami... Tersenyumlah karena hari-hari depan menunggu senyuman Anda yang lebih besar lagi...”


SUUUPPPEEERRRRRR. . . .!!


Selamat UAS, teman2.. :p


view original post

Inilah (sebenarnya) Jawaban Saya....

Beberapa kali, banyak pertanyaan tertuju kepada saya...

Saya masih memiliki hutang untuk menjelaskannya, tapi dengan cara saya, dengan bahasa saya...

Dan inilah jawaban saya (sebenarnya)...

Please enjoy, semoga menjawab :)


¤ ¤ ¤


Katak dalam Tudung Saji


"Saya teringat masa kecil saya di SD dulu. Yah, bukan SD mewah dan berkelas seperti yang banyak kita temui di ibukota. SD saya dulu hanya sebuah bangunan sederhana bercat krem dengan 6 kelas, tiap-tiap kelasnya hanya diisi sekitar 20 anak dari sebuah desa kecil. Anda prihatin? Belum saatnya sobat. . .


Suatu hari, saat bel istirahat berbunyi, saya dan beberapa teman bermain di luar. Membelah lapangan, menuju ke persawahan. Saya bermain di tempat pembuatan batu bata di samping sawah itu. Memang kerajinan tembikar, genteng, dan batu bata merupakan salah satu opsi untuk bertahan hidup disana.


Ada hewan yang mengusik perhatian saya di tempat itu. Katak. Amphibi berkaki empat yang hobby melompat. Sejenak saya teringat peribahasa yang diajarkan guru saya di kelas. Bagai katak di dalam tempurung. Saya dan teman-teman saya pun lantas bereksperimen untuk membuktikan keabsahan peribahasa tersebut secara langsung. Kebetulan sekali ada tempurung yang digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk membuat api guna membakar bata.


Ya,, tak sulit bagi kami, anak-anak desa, untuk memburu katak itu dan mengurungnya di dalam tempurung kelapa. Mungkin katak itu melompat lompat di dalam tempurung kelapa. saya hanya mengira-ngira seperti itu karena saya tak bisa melihat tembus pandang ke dalam tempurung itu dan setau saya tak ada tempurung kelapa yang transparan di dunia ini.


Mencoba melompat keluar dan tak bisa. Mencoba melihat keluar dan masih tak bisa. Mencoba dilihat oleh dunia luar pun tentu tak bisa. Katak yang malang. Tapi tahukah anda katak mana yang lebih malang daripada katak di dalam tempurung?


Katak dalam tudung saji. Dan itu saya temui di dalam dunia perkuliahan saat ini. Anda tidak berpikir ada sekelompok mahasiswa bermain di sawah untuk berburu katak dan memasukkannya ke dalam tudung saji bukan?


Atau anda berpikir saya sedang makan di sebuah restoran khas katak lalu dicekal oleh MUI karena makan makanan berbahan amphibi adalah haram?


Hahaha. Tidak sobat. . .


Itu hanyalah sebuah peribahasa “made by me”. Lalu kenapa saya sampai segitu isengnya untuk membuat peribahasa konyol seperti itu? “Lagi gak ada kerjaan, Ris?”


Saya tak ingin menjawab pertanyaan itu. Biarlah nanti anda yang menyimpulkannya sendiri. Baiklah, sedikit clue untuk anda. Yang berperan sebagai katak dalam sandiwara ini adalah anda, para mahasiswa. Waw,, anda shock?! Kenapa saya begitu sadis sampai mengibaratkan anda seperti itu?


Mari kita mulai dengan menggunakan imajinasi dan daya khayal kita. Bayangkan seekor katak ada di dalam sebuah tudung saji. Tudung saji yang digunakan adalah tudung saji berstandar internasional –haha..sedikit lebay untuk yang ini-.


Orang lain bisa melihat katak tersebut dari celah-celah tudung saji. Anda, si katak, juga bisa melihat keluar, tapi terbatas, tidak bebas, dan tidak jelas. Katak punya kemampuan melompat yang baik, semua tahu dan tak meragukan hal tersebut. Tapi anda hanya bisa melompat-lompat di dalam tudung saji tersebut, disitu-situ saja. Dan sepandai-pandai katak melompat, pasti jatuh juga. #eh??


Jika tadi kataknya masih hidup, mari kita buat situation-2 dimana sang katak sudah dihias dan dipercantik diatas piring sebagai suatu hidangan. Anda jijik makan katak? Atau memang tidak boleh memakan katak? Hmmm. . .


Katak dalam tudung saji.


Jadi apa maknanya?


Begini sahabatku, kenapa katak tadi saya ibaratkan sebagai mahasiswa... Woi, kebalik!! Kenapa saya tadi mengibaratkan katak sebagai mahasiswa? Seperti halnya katak yang diberi anugrah oleh Tuhan untuk pandai melompat, mahasiswa juga diberi keunggulan untuk berpikir. *Bukankah Tuhan itu Maha Adil? :)*


Tapi apa yang terjadi seandainya lompatan katak itu terbatasi dalam suatu area dan lingkup tudung saji yang kecil?


Yupz, sama halnya dengan mahasiswa. Jika pikiran dan anugerah Tuhan yang diberikan itu hanya digunakan dalam ruang terbatas –ambil contoh mahasiswa hanya fokus untuk tujuan akademik semata dan tidak mau terbuka dengan yang lain-, selamanya anda akan terkurung dalam tudung saji tersebut. Anda bisa melihat keluar, tapi tidak jelas dan tidak bebas. Dalam keadaan ekstrim, anda bisa melihat keluar, tapi tak peduli dengan keadaan diluar!! *na’udzubillah*


Si katak yang terkurung dalam tudung saji identik dengan mahasiswa yang terkurung dalam paradigma skeptis akademis. Terlalu fokus dengan kegiatan kuliah dan segala tugas-nya. Kupu-kupu (kuliah pulang – kuliah pulang). Serasa hidupnya hanya dihabiskan untuk belajar dan belajar, mencari dan menyelamatkan beasiswa. Dia bisa melompat didalam tudung saji, dia pandai dalam bidang akademik. Dia bisa melihat keluar, tapi tak bisa atau tidak mau-dalam keadaan ekstrimnya- memperhatikan apa yang terjadi diluar sana. Kepedulian dan kesadaran sosial yang sangat memprihatinkan. Dimanakah moralitas itu tertanam?


Hal inilah yang coba kami pecahkan dengan dibentuknya Kementrian Kebijakan Publik dalam susunan Kabinet “Generasi Pembaruan” Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Bakrie 2010/2011.


Sejatinya seorang mahasiswa itu selain unggul dalam segi kognitif,, tapi juga peka terhadap sisi-sisi humanity terhadap sekitarnya. Buat apa menghasilkan sarjana tapi hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya.


Kami ingin anda membuka mata, siapkan telinga, lihat dan dengar apa yang terjadi diluar sana. Kami ingin anda peduli dengan isu yang berkembang di negeri ini. Kita, mahasiswa, memiliki tanggung jawab moral terhadap masa depan bangsa.


Kepedulian ibarat pondasi. Rasa empati adalah dasar yang harus dimiliki. Sumbangsih pemikiran adalah tiangnya. Gerakan mahasiswa adalah klimaksnya. . .


Satu hal yang perlu diluruskan dari gerakan mahasiswa adalah bukan tentang aksi demo turun ke jalan dan berteriak-teriak sekuat tenaga tanpa pernah di dengar kaum elite senayan. Bukan aksi anarkis memblokade jalan dengan membakar ban. Kita mahasiswa, kaum intelegensia bangsa. Mari kita melakukan gerakan mahasiswa secara cerdas. Ujung pena kadang jauh lebih tajam dari pedang kawan. Tulisan-tulisan kita, sumbangsih pikiran kita, kesadaran dan kepedulian kita, diskusi, brainstorming, workshop, seminar untuk mengkaji isu sosial dan menemukan solusi adalah cara yang lebih baik dari tindakan primitif semacam demokrasi anarkis.


Tak cukup hanya mengkritik, bangsa ini membutuhkan solusi cerdas kawanku. Kita sebagai generasi intelektual diberi kepercayaan untuk itu, dengan pemikiran-pemikiran briliant kita, Inovasi kawan!! Salah satu quote dialog dari film favorit saya:


“Kau disubsidi sekolah disini buat bantuin pemerintah mikir! Kalau kau bisanya cuma nyalah-nyalahin pemerintah, buat apa kau diluluskan?! Republik ini sudah kebanyakan sarjana nyingir!!”


Katak dalam tudung saji. Orang lain bisa melihat si katak dari luar. Dunia melihat kalian semua kawanku!! Tunjukkan kontribusi kita sobat!! Sekecil apapun, dalam bentuk apapun, kita terikat oleh tri dharma perguruan tinggi yang ketiga. Sebuah pengabdian masyarakat, dari seorang mahasiswa, calon penerus bangsa, dengan segala sumbangsih pikiran dan moralitasnya."


Tanpa bermaksud apa-apa, saya hanya berusaha menjawab banyak statement "kurang paham" dan menurut saya, itu menjadi hutang saya.. Tapi, suka atau tidak, itulah tulisan saya, hasil pemikiran saya, pemikiran kami bersama.. Itu yang saya tulis dengan tangan saya sendiri, pada 05 Juli 2010, sekitar satu tahun yang lalu... click disini jika Anda tidak percaya... Sebuah tulisan lama, tapi Semoga bermanfaat, semoga berguna...


Terima kasih telah membaca


Salam hangat dari saya


view original post

Testimoni untuk Tempat Yang Saya Sebut Kampus

Entahlah saya harus mulai dari mana...


Kampus ini merupakan salah satu wadah bagi siswa siswi terbaik dari seluruh penjuru nusantara

Tenaga pengajarnya juga kumpulan priyayi yang tak sembarangan ilmunya

Fasilitasnya lengkap, canggih, modern

Nyaman dan baik untuk belajar


Tapi apakah semua itu sempurna?

Saya tidak berkata tidak...

Hanya saja,

beberapa penggerak supporting department tak bisa berlari disaat semua sedang berlari...

Birokrasi yang berbelit, sistem yang kolot utk sebuah sekolah modern,

Berat rasanya berlari dengan membawa setumpuk batu


Yth. Bapak Ibu "Penghuni Kediaman Depan"

Maaf saya lancang, tetapi tetap saya berusaha sopan...

Sewaktu pertama kali masuk ke tempat yang saya sebut kampus ini

Ada tiga yang ditanamkan ke dalam diri

CARE, INNOVATIVE, PROFESSIONAL


Jika kampus adalah perusahaan, maka salah satu stakeholdernya adalah mahasiswa

Kebetulan baru saja saya mengikuti Ujian Corporate Governance

Saya rasa tidak hanya saya, kita semua tahu bagaimana peran stakeholder

dan bagaimana perusahaan menjalin hubungannya dengan pemangku kepentingan tsb.

CARE!!


Apa jadinya jika costumer yg sedang berhadapan dg sebuah masalah datang ke toko, tetapi perusahaan malah menutup tokonya??

Saat senyum menjadi sesuatu yang mahal,

saat sikap tidak bersahabat dan kata-kata tajam

melekat di punggawa baris depan,

saat menghadapi stakeholdernya,

bukan hanya satu, lebih dari itu. . .


Itulah yang terjadi, di suatu tempat yang saya sebut "Kediaman Depan"

Apakah CARE tidak tertanam kepada penghuni kediaman depan itu?

Ah...apalagi yang baru...


PROFESSIONAL

"Maaf ya, saya pulang dulu..."

Sebuah ungkapan tanpa dosa yang terlontar dari Penghuni Kediaman Depan, saat beberapa costumernya telah menunggu lebih dari satu jam lamanya...

Apakah mereka tidak peduli?

Bagi kami, selembar kertas, ataupun kumpulan huruf menjadi sangat penting...

sangat penting. . .

Tapi mereka tidak tahu...


Semoga saja saya salah...

Semoga saja mereka masih sibuk dengan pekerjaannya...

atau karena agent yang tersedia terbatas adanya...


Semoga kampus yang ingin menjadi World Class University ini tidak salah memilih priyayi yang menggerakkan roda operasional, meski hanya supporting Department...

Semoga saat para inputnya dituntut utk berlari, bagian - bagian pendukungnya bisa membantu berlari, bukan dengan diam dan menarik diri


Oh iya, saya teringat akan ada softskill training,

mungkin kita bersama2 bisa mengikuti pelatihan itu,

untuk sekedar berlatih senyum, atau mengeja kata pro-fe-si-o-nal-i-tas


Mohon maaf jika testimoni ini jadi lebih mirip puisi

Maaf jika implisit, tersirat, ataupun banyak berbumbu majas...


"Setiap konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya..." (UU RI No. 8 th 1999)


"Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab dilindungi oleh Undang - Undang." (UU RI No. 9 th 1998)


Saya percaya, para priyayi yang sedang sibuk di ruang kerjanya demi kemajuan universitas ini

mengerti...

#IndonesiaJujur : Siami dan Sila Kedua

Anak – anak SD, tak terkecuali SDN Gadel II, setidaknya pasti hafal Pancasila. Coba saja tanyakan mereka apa bunyi sila Kedua Pancasila, dengan lantang mereka akan menjawab “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Tapi, tahukah mereka makna dibalik Sila Kedua itu?? Mungkin terlalu tinggi. Bagaimana kalau orang tua anak-anak itu?? Tahukah mereka?? Aaaah... Saya harap mereka paham.


Kembali ke kasus Ny. Siami, potret kejujuran hakiki asli Indonesia. Beliau dituntut untuk meminta maaf atas kejujurannya dalam membongkar kasus mencontek massal dalam Ujian Nasional. Anaknya, Al, dipaksa menjadi sumber contekan ke teman-teman sekelasnya saat ujian. Hal ini malah diorganisir secara rapi oleh pihak sekolahnya sendiri. Gotong royong yang “indah” bukan?? Tapi apakah hal ini berujung indah?? Memang siswa siswi kelas VI lulus semua. Happy ending, dari segi akademis. Tapi bagaimana dengan Ny. Siami dan anaknya?


Kejujuran mereka membuat Ny. Siami dan keluarga malah diusir dari kampungnya, oleh tetangga-tetangganya sendiri. Beliau diteriaki “Usir...Usir...Tidak punya hati nurani...”. Tapi hey, tunggu dulu... Siapa yg tidak punya hati nurani?? Mengusir seseorang yang telah berkata jujur? Sepertinya langit dan bumi sedang linglung..


Warga mengatakan menyontek sudah terjadi di mana-mana dan wajar dilakukan agar siswa bisa lulus. Jika sejak kecil budaya mencontek sudah melekat kuat, mau jadi apa Indonesia 50 tahun lagi? Akan lebih banyak koruptor lagi kah?? Semoga saja saya salah...


Masyarakat kita sakit! Seorang ibu diusir hanya karena satu hal, membongkar bobroknya pendidikan negeri ini! Inikah keadilan? Beginikah manusia yang beradab? Apa itu yang disebut dengan kemanusiaan??


Apakah Sila Kedua Pancasila masih bisa menghela nafas?? Jika saja dia bisa bicara, dia pasti diam. Diam saking herannya, saking tak bisa lagi berbicara, saking sedihnya melihat Indonesia...


Wahai burung Garuda, janganlah engkau terus melihat ke kanan. Lihatlah ke bawah juga.. Disana banyak mata yang menangis, tubuh yang tersungkur, dan jiwa yang tersita.. Kemanusiaan dan keadilan masih menjadi mimpi yang enggan jadi nyata... Semoga kita semua bisa mengubahnya...


Suarakan dukungan Anda terhadap kejujuran!

Klik #Indonesiajujur lalu menulislah demi terbukanya mata dunia!!

¤ ¤ ¤


Ditulis oleh:

Rahadhian Faris Muttaqin

Mahasiswa Semester 6 Program Studi Akuntansi

Universitas Bakrie

“Ditulis dengan kejujuran...berharap Indonesia jujur bisa terwujud tanpa ada lagi air mata...”

Oleh - Oleh Hari Ini

Jika Anda berniat membaca ini, berjanjilah bahwa Anda akan membacanya sampai selesai. Karena pada akhirnya Anda akan mendapatkan sesuatu yang berharga dari sini. Mungkin anda sudah sering membaca atau mendapatkannya, tapi. . .aaah... sudahlah... tidak ada gunanya saya memaksa Anda.. Please Enjoy.. Semoga bermanfaat :)


¤ ¤ ¤


Berawal dari pagi yang sungguh membunuh semangat...


Aaahhh... Sepertinya mata saya masih enggan terbuka, tertutup seperti kuncup bunga yang belum berkembang. Sepertinya kasur menjadi lebih indah dan bantal menjadi lebih cantik dari biasanya. Kalau bukan karena sebuah undangan, mungkin sekarang ini saya baru mandi dan keluar rumah untuk makan.


Pukul 08.51 WIB. Saya baru keluar rumah. Sebenarnya pada undangan tertera acara dimulai pukul 09.00 –meskipun saya sendiri belum melihat undangan itu-. Tapi menurut pengalaman dan perkiraan saya, jam sembilan pasti acaranya belum dimulai. Bakal ada waktu yang ngaret, molor, atau hal-hal lain yang membuat acara tidak berjalan tepat waktu.


Tapi ternyata saya salah, pukul 09.00 acara sudah dimulai. Meskipun hanya registrasi peserta, toh itu bagian dari acara. Dan dimulai tepat waktu! Saya dan kawan-kawan mendapat seminar kit, -seperti biasa-. Pukul 08.45 acara benar-benar dimulai. Pembukaan, sambutan dan doa. Hingga akhirnya menginjak materi pertama.


Beliau sudah sangat senior. Lulusan UGM tahun 1955 –if i’m not mistaken-. Kelima cucunya sudah selesai S1. Bahkan ada yang S2. Pelaku sejarah. Seorang yang senior, pernah ke Amerika, bahkan saat Indonesia masih berusia sangat muda.


Judul Seminar yang dibawakan beliau adalah “Kesadaran Bela Negara bagi Generasi Penerus Bangsa”.

Saya sungguh berharap sebagian dari anda yang membaca tulisan ini tidak akan langsung menutup tab dan berpindah ke laman lain begitu membaca judul seminar tersebut. Just stay, for a while.

Pada saat penyampaian materi, beliau lebih menekankan aspek lain ketimbang bela negara itu sendiri. Bangsa, sejarah, Pancasila, dan globalisasi. Cukup singkat. Hanya sekitar 40 menit beliau memaparkan materinya. Namun di saat sesi tanya jawab . . .


Banyak pertanyaan yang diajukan. Wajar saja. Dengan penjelasan sesingkat itu tentu tidak bisa mengcover semua pembahasan. Ada sekitar 7 atau 8 penanya –sebenarnya saya juga ingin bertanya-. Semuanya bagus, semuanya kritis. Dan inilah rangkuman jawaban dari sang pembicara yang saya kaitkan dengan pertanyaan mendasar dari dalam diri saya. . .


“Saya sepakat bahwa bela negara itu terus berkembang. Dulu, para pendahulu kita membela negaranya dengan berjuang secara fisik untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Seiring berjalannya waktu, perjalanan bela negara pun merangkul sisi yang lebih luas lagi, mengisi kemerdekaan.


Nah, sebagaimana tujuan dari bela negara untuk mewujudkan suatu negara yang berkeadilan sosial, sejahtera, menjunjung nilai-nilai kejujuran dan budi pekerti, serta sebagai salah satu jalan meraih cita-cita luhur bangsa Indonesia, saya rasa –dan mungkin anda akan setuju dengan saya- tujuan itu belum sepenuhnya tercapai.


Kondisi riil sekarang ini sangat berlawanan dengan tujuan mulia tersebut. Mari kita membahasnya satu persatu, dikaitkan dengan Pancasila... Perwujudan bela negara untuk meningkatkan penanaman dan pengamalan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. –maaf jika terkesan berat, jujur sebenarnya saya bukalahn Guru PPKn, saya hanya mahasiswa biasa yang ingin menyampaikan pemikirannya-


1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Seharusnya sebagai umat beragama yang menghargai perbedaan dan menghormati sesama, kita bisa menerapkan tenggang rasa. Tapi dimana KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA?? Penganut agama atau kepercayaan satu menjelekkan agama/kepercayaan lain. Sengketa tempat ibadah, Bom di tempat ibadah, teror dengan berlandaskan agama... Hei, apakah Tuhan kita mengajarkan itu semua??


2. Kemanusiaan Yang Adil dan beradab

“Yang jujur malah hancur...” Ny. Siami, potret kejujuran hakiki asli Indonesia, dituntut untuk meminta maaf atas kejujurannya dalam membongkar kasus mencontek massal dalam Ujian Nasional. Anaknya dipaksa menjadi sumber contekan ke teman-teman sekelasnya saat ujian. Hal ini malah diorganisir secara rapi oleh pihak sekolahnya sendiri. Gotong royong yang “indah” bukan?? Tapi Ny. Siami malah diusir dari kampungnya, oleh tetangga-tetangganya sendiri, hanya karena satu hal, membongkar bobroknya pendidikan negeri ini! Inikah keadilan? Beginikah manusia yang beradab? Apa itu yang disebut dengan kemanusiaan??


3. Persatuan Indonesia

Masihkah kita bisa bersatu dengan banyaknya gerakan separatisme, perebutan wilayah dan budaya Indonesia?? Apakah semua lapisan di negeri ini bisa mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika? Aaaah...yang ada hanyalah kesenjangan yang terlampau jauh untuk disatukan. Si kaya dan si miskin dibatasi tembok besar nan kokok dan tinggi...


4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/Perwakilan

Wakil wakil rakyat kita -yang kita berikan kepercayaan dari rakyat- malah pergi berhura-hira ke luar negeri... Masih ingat kasus email Komisi VIII saat berkunjung ke Australia?? MEMALUKAN!! –sorry to say, but i have to be honest and to say it loud-. Bagaimana bisa wakil rakyat tidak bisa merakyat? Bagaimana bisa keputusan yang diambil harusnya bisa berpihak kepada kepentingan umum (rakyat), tapi mereka berniat membangun gedung parlemen mewah yang notabene digunakan hanya untuk kepentingan golongan tertentu saja?? BAGAIMANA BISA??


5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Jelas, masih banyak di luar sana rakyat jelata yang kelaparan, peminta-minta, dan bagian dari wajah wajah Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Namun tengoklah keatas, banyak elite politik yang korupsi, memakan uang rakyat lalu kabur entah kemana, berebut kekuasaan, dan aaah...masih banyak lagi... Keadilan sosial kita apakah hanya sebatas kata-kata?? Mimpi yang tak pernah terwujud?? Atau bulan yang selalu dirindukan punguk??


Saya tidak bermaksud memprovokasi, atau membuat Anda tidak mencintai negeri ini lagi. Jujur, bukan itu maksudnya. Saya hanya menyadarkan diri saya pribadi dan teman – teman semua bahwa apa yang terjadi dilapangan, tidak selalu sesuai dengan teori di buku. Mimpi tetap saja mimpi, jika kita tidak bangun dan mewujudkannya...


Lalu bagaimana??


HEY, BUKANKAH SEMUA BERAWAL DARI DIRI SENDIRI??

Kalo diri kita sudah lantang berkata “TIDAK” pada korupsi, kalau diri kita sudah bersikap tegas dan berani untuk TIDAK MELAKUKAN KORUPSI, LAKUKAN!!

Jangan menunggu orang lain.. jangan menunggu penguasa di atas berubah dulu... Keadilan bisa kita wujudkan, minimal dari diri kita sendiri...


KEMBANGKAN WAWASAN KEBANGSAAN

Cukup normatif ya?? Dulu, orang-orang Malaysia belajar di Indonesia. Dosen dosen sekolah di sana pun berasal dari Indonesia. Sebenarnya kita (pernah) lebih pandai dari mereka. Tapi lihatlah mereka sekarang, mereka lebih maju daripada kita. KENAPA??


TINGKATKAN ETIKA DAN BUDI PEKERTI

Jangan sampai hilang, kawan...


Semoga kita semuanya bisa mengubah Indonesia agar lebih baik. Membela negara bukan hanya soal membela secara fisik, kita juga harus membela Indonesia dari BELENGGU KEBODOHAN, JERATAN KEMISKINAN, TIRANI KETIDAKADILAN, DAN HILANGNYA MORAL BANGSA...


Terakhir, tulisan ini tidaklah ada gunanya jika hanya dibaca. Kata-kata hanyalah rangkaian huruf jika tidak diwujudkan... Semoga saya tidak hanya bisa bicara saja... Semoga kita semua bisa bertindak sebagai mana generasi penerus bangsa yang diharapkan Pancasila dan cita-cita luhur bangsa...


Amiin . . .”


MERDEKAAA!!!